
Setelah mengetahui hasil testpack tersebut, Winda seharian ini
mencoba untuk menghubungi Wico. Namun nomer handphone
Wico tidak pernah aktif. Hati Winda bingung tak karuan. Takut Kris dan Heco
mengetahui bahwa Winda sedang hamil.
Sepulang kerja, Winda
langsung menuju ke rumah Wico. Namun
sayangnya, Wico belum sampai di rumah. Kegalauan kian melanda hati Winda. Winda
pun akhirnya menunggu kepulangan Wico. Akhirnya jam 9 malam, Wico pun pulang.
Wico sangat kaget melihat Winda ada di depan rumahnya.
“Ada apa dek, kok kamu ada
di rumahku,” tanya Wico.
“Bisa kita bicara mas?,”
pinta Winda.
Mendengar permintaan Winda
tersebut, akhirnya Winda dan Wico pun masik ke
dalam rumah. Winda pun menunjukkan hasil testpack tadi pagi. Wico sangat kaget. Wico sadar harus bertanggung
jawab dengan Winda. Karena bagaimanapun anak yang dikandung Winda itu adalah
anak Wico. Namun disisi lain, Wico sudah mulai jatuh hati kepada Mabruroh.
“Tenang ya dik, aku akan
bertanggung jawab,” ucap Wico sambil menutupi kegelisahannya.
“Sudah malam ini dik. Ayo
kamu aku antar pulang. Kamu tenang aja, besok kita bicara lagi. Aku capek dan
kamu juga capek,” lanjut Wico.
Selama dalam perjalanan
pulang, Wico pun diam membisu. Tidak ada sepata katapun yang keluar dari mulut
Wico. Melihat hal itu, Winda pun juga hanya bisa ikutan diam. Pasrah dengan
semua yang terjadi.
“Mas.aku gugurkan aja anak
ini,”
“Jangan dik. Bagaimanapun
juga, anak ini buah cinta kita. Aku pasti bertanggung jawab kok. Besok malam
kita ke dokter ya. Kita periksakkan kondisimu,”
***
Sejak mengetahui Winda
tengah mengandung anak Wico, sikap Wico pun mulai berubah kepada Mabruroh. Secara
perlahan, Wico menjauhui Mabruroh.Setiap berpapasan dengan Mabruroh, Wico
berusaha menghindar. Bahkan setiap jam istirahat, Wico tidak berada di ruang
guru, Perubahan sikap Wico membuat Mabruroh gelisah. Apalagi benih-benih cinta
di hati Mabruroh mulai tumbuh. Mabruroh mulai jatuh cinta ke Wico dan mulai
berharap Wico akan menjadi suaminya kelak.
“Ada apa pak Wico, kok sikap
Pak Wico ke aku seminggu ini berubah drastis,” tanya Mabruroh seusai rapat
guru.
Antara Mabruroh dan Wico pun
sepakat kalau berada di sekolahan memanggil dengan sebutan Bapak ataupun Ibu.
"Tidak ada apa-apa Bu. Saya
lagi ada masalah. Nanti siang setelah pulang sekolah, temani saya makan siang
ya Bu. Sekaligus ada yang mau saya bicarakan,”
Selepas jam sekolah,
akhirnya Wico dan Mabruroh pun pergi makan siang bersama. Rumah makan Sunda menjadi
tempat makan siang mereka. Sambil makan, Wico pun bercerita kalau kini calonnya
sedang mengandung anaknya. Hati Mabruroh benar-benar hancur berkeping-keping
mengetahui Wico sudah punya calon istri. Namun, Mabruroh tidak mau menampakkan
kesedihan di hatinya kepada Wico. Mabruroh mencoba tegar dan menahan agar air
matanya tak turun.
“Kalau begitu, Mas Wico
harus bertanggung jawab. Apalagi Mas kan seorang guru,” saran Mabruroh.
Saat asyik makan, secara tak
sengaja Winda melihat Wico makan berdua dengan seorang wanita. Hal itu membuat
hati Winda sakit. Tanpa pikir panjang, Winda pun langsung menghampiri mereka
berdua.
“Mas, jadi begini toh
kelakuan kamu. Kamu lupa, kalau saat ini aku sedang mengandung anakmu,” isak
Winda.
Setelah berbicara begitu, Winda
pun langsung pergi meninggalkan mereka berdua.
“Itu tadi Winda, calon
istriku Mab. Aku tidak mau ada kesalahpahaman diantara kita berdua,”
“Ayo mas, kita temui. Kita selesaikan
biar mba Winda tidak salah paham,” Mabruroh mencoba bijak.
Wico pun langsung membayar
makanan yang mereka pesan dan menghampiri rumah Winda.
***
Assalam mualaikum....
Suara salam di depan pintu
membuatku langsung berdiri menghampiri pintu. Aku langsung membuka pintu rumah.
Di depan rumah, terlihat Pak Wico dan Bu Mabruroh.
“Ada apa gerangan, kok Bu
Mab dan Pak Wico datang ke rumah,” batinku bertanya.
“Bunda ada Kris?,” tanya pak
Wico.
“Bunda belum pulang pak. Ada
apa?,” tanyaku sambil penasaran.
“Boleh Pak Wico dan Bu Mab
masuk,”
Mendengar permintaan itupun,
aku langsung mempersilahkan Pak Wico dan Bu Mab masuk ke dalam rumah.
Setelah di dalam rumah, pak
Wico memintaku menghubungi Bunda. Aku pun mencoba menghubungi Bunda. Namun sayang,
handphone Bunda pun off.
“HP bunda off pak,” jawabku singkat.
“Baiklah, nanti tolong
sampaikan ke Bunda, kalau Bapak dan Bu Mabruroh datang ke rumah ya,” pamit pak
Wico.
Sepulangnya Pak Wico dan Bu
Mabruroh, hatiku masih bertanya. Ada apa gerangan kok sampai Pak Wico dan Bu
Mab mencari Bunda. Kucoba menghubungi
Bunda lagi, namun handphone Bunda
masih off.
“Sudahlah, nanti saja kalau
Bunda sudah pulang, aku akan bertanya ke Bunda ada masalah apa dengan pak Wico
dan bu Mabruroh,” batinku lagi.
*** BERSAMBUNG***
Mbak Mab jadi lakon di mana-mana
BalasHapusMbak Wid nunggu giloran...
Hapus